Hari Bangunan Indonesia Dimaknai oleh Rana Yusuf Nasir

Beliau membuka: “Bangunan secara umum bisa berwujud bendungan, jembatan, terowongan, menara, gedung, dan lain sebagainya. Di antara jenis bangunan tersebut, bangunan gedung merupakan konsumen energi terbesar yang membutuhkan perhatian khusus. Kenapa? Karena Indonesia sudah memberikan komitmen dalam Paris Agreement (2015) untuk bisa menurunkan emisi karbon pada tahun 2030 sebesar 29% dengan usaha sendiri; atau 41% dengan bantuan internasional.”

“Upaya penurunan konsumsi energi ini bisa ditempuh melalui sejumlah pintu atau kerangka kerja. Mulai dari perbaikan fisik seperti Retrofitting, atau langkah-langkah sertifikasi seperti ISO 50001:2018, Green Building (Bangunan Gedung Hijau), dan Net Zero Healthy Building. Apa pun kerangka kerja yang digunakan (perbaikan maupun sertifikasi) untuk efisiensi energi tentu harus diapresiasi karena pasti ada dampak positif yang akan didapatkan,” beliau menambahkan.

Rana mengingatkan: “Perhatian kita yang tinggi dalam upaya efisiensi energi pada NB (New Building) sebagai “Prime Mover”, harus juga diterapkan pada EB (Existing Building). Karena jumlah rasio EB itu sebesar 95%. Artinya begitu besar potensi penghematan yang bisa diraih pada tiap bangunan gedung. Dan bisa dibayangkan dampak kolektifnya jika diterapkan secara serentak.”

Dalam konteks EB dan fase pemanfaatan, maka Building Management (BM): Operation & Maintenance memiliki peran yang sangat penting, karena 79% biaya siklus-gedung dihabiskan pada fase ini. BM yang memiliki kesadaran, pengetahuan dan pengalaman akan Green & High-Performance Building yang memadai tentu akan memberi hasil efisiensi terbaik.

Beliau menutup: “Selamat Hari Bangunan Indonesia. Semoga kemajuan sektor bangunan di tanah air bisa diiringi juga dengan kemajuan dalam upaya penghematan energi yang maksimal, demi masa depan anak-cucu kita nanti.” [AP MarComm Dept. 11/11]